Salah satu satu artefak arca batu yang ada di Museum Penataran di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar menarik perhatian banyak peneliti karena memiliki bentuk yang sangat jarang dijumpai. Arca tersebut memiliki kepala dengan wajah berbentuk singa dan digambarkan dengan perut buncit (tundila) serta posisi duduk bersila dengan kedua telapak kaki saling bersentuhan sama lain (utkutikasana).
Beberapa peneliti menginterpretasikan arca tersebut sebagai Narasimha, yaitu salah satu perwujudan Wisnu yang turun ke dunia dalam wujud manusia berkepala singa. Namun, sebagian peliti lain berpendapat tentang nama tokoh arca tersebut sebagai Narasimha dirasa kurang tepat. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan ciri-ciri yang terdapat pada arca dengan gambaran tokoh Narasimha.
Arca Berkepala Singa
Arca tokoh berkepala singa di Museum Penataran ini secara ukuran, arca ini memiliki tinggi sekitar 81 cm, lebar sekitar 34 cm, dan tebal sekitar 36 cm. Arca dibuat dengan teknik pahat pada sebuah batu monolit yang berjenis batu andesit.
Secara umum, arca ini digambarkan duduk di atas landasan (asana) yang berbentuk padma, disebut dengan padmāsana. Arca juga digambarkan memiliki sandaran duduk (stela), serta memiliki lingkaran kedewataan (sirascakra) di belakang kepala.
Tokoh ini digambarkan memiliki wajah singa, pada dahi terdapat goresan yang diperkirakan adalah trinetra, duduk dalam posisi telapak kaki saling bersentuhan (utkutikasana), memiliki perut buncit (tundila) dan memiliki empat tangan, dua tangan di depan memegang perut, sedangkan kedua tangan di belakang memegang benda, tangan kanan memegang untaian mutiara atau tasbih atau aksamala sedangkan tangan kiri memegang kapak atau parasu.
Secara ikonografis, tokoh ini digambarkan menggenakan pakaian yang cukup raya. Beberapa ciri pakaian (abharana) yang dikenakan tokoh ini antara lain, memiliki mahkota dengan jenis jatamakuta. Mahkota dihiasi ornamen tengkorak dan bulan sabit (ardhacandrakapala) dibagian depan.
Tokoh ini juga memakai hiasan kepala berupa jamang. Hiasan lain yang dikenakan antara lain adalah kalung (hara), hiasan menyamping badan (upavita) berwujud ular, hiasan melintang perut (udarabandha), hiasan lengan (keyura), gelang (kankana), mengenakan pakaian bawah hingga mata kaki (antarvasaka), dan gelang kaki (padasaras).
Artikel Artefak lain yang relevan dengan pembahasan ini:
- Artefak Arca Buddha Rejoso Klaten
- Peninggalan Arca Megalitik Pasemah
- Prasasti Batu dari Kerajaan Tarumanegara
Singa dalam Budaya Hindu-Buddha
Keberadaan singa dalam budaya Hindu-Buddha, di India dan Nusantara, tidaklah mengherankan. Singa dikenal sebagai binatang yang sangat populer, yang sering dianggap sebagai penguasa hutan. Kepopulerannya bisa disebabkan oleh pandangan bahwa singa adalah simbol kekuatan di alam liar. Ini mungkin disebabkan oleh posisinya sebagai predator tertinggi yang tidak memiliki musuh alami. Melalui penelitian perilaku singa, ditemukan bahwa dalam kelompok singa, aktivitas berburu didominasi oleh betina sementara jantan bertugas sebagai pelindung kelompok. Dinamika ini menjadikan singa sebagai lambang pelindung.
Singa juga direpresentasikan dengan berbagai aspek lainnya. Sering kali, singa dikaitkan dengan matahari karena warnanya yang kuning tua serta bulu tengkuk yang berkilauan seperti emas. Warna emas ini dianggap mewakili sifat kebangsawanan dan perlindungan. Karena itu, tak heran jika singa sering digunakan sebagai simbol kerajaan yang melambangkan kemuliaan, keagungan, dan kebanggaan.
Peran penting singa dalam agama Hindu tercermin dalam keberadaannya yang sering muncul dalam kitab Veda. Kadang-kadang, singa diwujudkan sebagai tokoh dewa seperti Narasimha, yang merupakan inkarnasi Wisnu dalam bentuk manusia berkepala singa. Singa juga sering dijadikan wahana atau kendaraan bagi dewa dan dewi, seperti kendaraan Dewi Durga. Selain itu, singa sering diwujudkan dalam arca sebagai penjaga pintu masuk bangunan suci dan landasan tahta bagi Dewa atau Raja. Keberadaan simbol singa di depan bangunan suci dan tahta menegaskan sifat keagungan.
Keberadaan singa sebagai simbol kekuatan, kebangsawanan, dan perlindungan telah melintasi batas-batas budaya dan agama, memberikan makna mendalam bagi banyak masyarakat serta menggambarkan nilai-nilai yang dihormati dan dijunjung tinggi dalam sejarah dan kepercayaan.