Sekurang-kurangnnya 11 (sebelas) kompleks candi yang diselang-seling oleh banyak ‘menapo”, telah berjajar sepanjang lebih dari lima kilometer, seolah-olah barisan prajurit yang sangat setia menjaga keamanan lalu lintas di sungai Batanghari. Disebut candi karena memang berupa sisa-sisa bangunan (keagamaan Hindu atau Buddha) dari masa Klasik Indonesia yang dibuat dari bata, sedangkan sisa bangunan yang lebih kecil oleh masyarakat setempat disebut menapo (mungkin candi pengiring atau perwara).
Bangunan-bangunan ini hampir seluruhnya sudah runtuh, kebanyakan tinggal fondasi atau bagian kakinya saja, namun kolosalnya, Iebih-lebih sebagai saksi sejarah, keberadaannya sangat mengagumkan. Disebut Muara Jambi sebab termasuk wilayah desa Muara Jambi
Gugusan Percandian Muaro Jambi
Khazanah gugusan percandian ini terletak di kawasan Desa Muaro Jambi, Marga Maro-Sebo, Kecamatan Skernan, kabupaten Batanghari. Dari kota Jambi ± 20 km ke arah hilir Sungai Batanghari yang sejak dahulu merupakan urat nadi perhubungan transportasi yang ikut menentukan peranan sejarah daerah Jambi dan sekitarnya.
Pada umumnya pengunjung turun/naik perahu di perkampungan Desa Muara Jambi lalu jalan kaki ke arah utara sejauh 500m sampailah di kompleks Candi Gumpun dan Candi Tinggi. Kompleks-kompleks yang lain, di antaranya adalah:
- Candi Koto Mahligai (3,5 km di sebelah barat laut kompleks candi Gumpung dan Tinggi),
- Candi Kedaton (2,5 km sebela h barat),
- Candi Gedong I dan II (900 meter di sebelah barat laut).
- Candi Kembar Batu (2 00 m di sebelah tenggara),
- Candi Astana (1200 m di sebelah timur),
- kolam Telago Rajo (22 m di sebelah selatan).
Ternyata tidak seluruh bangunan yang ada adalah bekas candi. Memang sudah banyak bukti bahwa gugusan ini ada kaitan dengan bekas kerajaan Melayu- Sriwijaya., mungkin pemukiman atau bandar atau yang lain, tetapi yang sudah pasti adalah tempat suci. Hal ini dapat kita ketahui dari hasil penelitian dan pemugaran pada kompleks Candi Gumpung dan Candi Tinggi.
Kompleks Candi Gumpung dan Candi Tinggi
Candi Gumpung dan Candi Tinggi letaknya berdekatan, tetapi sebenarnya terpisah. Masing-masing mempunyai halaman bahkan pagar tembok sendiri. Candi Gumpung menghadap ke Timur. Di denahnya berukuran 17,80 x 17,87m. Tidak terletak persis di tengah, melainkan agak menggeser ke barat pada halamannya yang berukuran 150 x 155m, seluruhnya terbuat dari bata, kecuali kepala Makaranya dari batu pasir (sand stone).
Kecuali makara tersebut, pada waktu pemugaran dan penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala serta Puslit Arkenas sejak 1978, antara lain ditemukan juga :
- padmasana
- lubang-lubang sumur berbentuk empat persegi yang tersusun dalam formasi vajradhatumandala
- arca batu Prajnaparamita
- benda-benda logam dan bata bertulisan
- keramik.
Penemuan-penemuan data arkeologis itu menunjukkan bahwa fitur bangunan itu adalah bangunan suci agama Budha Mahayana dengan sistem pemujaan tertentu. Sangat mungkin ini mencerminkan latar belakang seluruh gugusan percandian Muara Jambi.
Candi Tinggi keadaannya lebih lengkap sehingga hasil pemugarannya tampak lebih baik dibandingkan dengan Candi Gumpung. Candi-candi yang lain secara bertahap baru mulai diteliti, diadakan studi teknis dan mulai dipugar.
Artikel Khazanah lain yang menarik untuk dibaca:
Latarbelakang sejarah Jambi
Jambi dan sekitar daerah alur Sungai Batanghari sudah lama dikenal sebagai daerah yang penting secara internasional. Ini ternyata dari berita-berita asing seperti Cina dan Arab di samping dari sumber dalam negeri seperti kitab Nagarakertagama dan prasasti.
Pada 664-665 Mo-lo-jeu telah mengirim utusan ke negeri Cina. Pada tahun 853 dan 871 Cham-pi (Jambi) mengirim armada dagang. Kota yang dianggap penting oleh pedagang Arab antara lain Zabag (Muara Sabak).
Dari berbagai artefak yang ditemukan, terutama keramik dapat diketahui bahwa di gugusan percandian Muara Jambi telah berlangsung aktivitas manusia sejak abad ke-9 dan setelah abad ke-16 terjadi perubahan dan kemunduran drastis.