Prasasti batu menjadi sumber sejarah paling otentik untuk suatu masa di mana masyarakat belum cukup mahir menggunakan sarana tulis-menulis sebagai alat komunikasi. Selain itu prasasti selalu ditulis atau dipahat pada masa peristiwa itu sendiri terjadi; lain halnya dengan babad atau cerita sejarah yang biasanya ditulis setelah selang beberapa puluh atau beratus tahun.
Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara meninggalkan tujuh artefak prasasti baru, lima di antaranya bertuliskan aksara Pallawa yang dapat dibaca dan dua lainnya bertuliskan berhias seperti lukisan seperti spiral dan belum dapat diketahui maksudnya. Kelima prasasti aksara Pallawa tersebut tidak satupun mencantumkan unsur penanggalan yang dapat menunjuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian umur kerajaan Tarumanegara hanya diperkirakan berdasarkan perkembangan paleografi saja. Dengan meninjau perkembangan aksara Pallawa di negeri asalnya, India Selatan, aksara Pallawa pada prasasti kerajaan Tarumanegara berasal dari akhir abad ke-4 M atau awaI abad ke-5 M.
Perkiraan umur tersebut mendekati kebenaran karena ada sumber Cina yang menyebut keberadaan kerajaan Tarumanegara. Musafir Fa Hien pada sekitar tahun 414 M mengunjungi Pulau Jawa dan menyebutkan bahwa di negari ini kaum pendeta dan brahmana berkembang, tetapi tidak ada ajaran Buddha. Keterangan ini menguatkan kenyataan bahwa kerajaan Tarumanegara memang menganut agama Hindu aliran Wisnu. Selanjutnya sumber sejarah Dinanti Sung (420- 4 78 M) mewartakan bahwa pada tahun 425 raja Jawa yang bernama Sri-pa-da-do-a-la-pa-mo mengirim utusan dan hadiah kepada kaisar Cina. Nama raja tersebut agak serupa dengan Sri Paduka Taruma. Agaknya sumber sejarah Cina lebih suka mencatat nama kerajaannya daripada nama raja yang sering berganti-ganti
1. Prasasti Tugu
Batu prasasti ini ditemukan di Kampung Batu Tumbuh, wilayah Tugu, Kabupaten Bekasi pada tahun 1879 dan baru tahun 1911 dipindahkan ke Museum Nasional. Bentuk batunya bulat agak seperti kerucut, tingginya hampir 1 meter dan garis tengahnya sekitar 80 cm. Tulisannya melingkar sebanyak lima ban dalam bentuk metrum Anustubh.
Isinya mewartakan bahwa raja Purnawarman pada tahun ke- 22 masa pemerintahannya telah menyuruh membuat saluran air bernama Gomati yang panjangnya 6122 dhanu (tombak) yang diselesaikan dalam 21 hari saja. Setelah saluran itu mencapai tempat kakek raja lalu diadakan selamatan di mana raja menghadiahkan 1.000 ekor lembu.
2. Prasasti Ciaruten
Prasasti batu ini ditemukan tahun 1864 di tengah sungai Ciaruten dekat muara sungai Cisadane. Tahun 1893 terjadi banjir dan tulisannya terbalik menghadap ke dasar sungai. Tahun 1903 letaknya dibetulkan dan tetap di di tengah sungai. Tahun 1980 batu yang beratnya 23 ton ini diangkat ke atas dan disimpan di bawah bangunan beratap.
Tulisannya ada empat baris dalam mestrum Anustubh. Di atas tulisan ada gambar sepasang telapak kaki manusia dan disebelah kanannya ada gambar laba-laba. Di sebelah atasnya ada tulisan/lukisan seperti spiral. Teks prasasti bermakna : “raja dunia yang gagah berani, yang mulia Purnawarman, yang jadi penguasa negara Taruma, inilah sepasang telapak kaki Wisnu” .
Tentang gambar laba-laba J. Ph. Vogel beranggapan sebagai lambang ahimsa, larangan membunuh sesama makhluk oleh para penganut aliran Wisnu. Sedangkan B. de Haan menganggap laba-laba itu sebagai avartas, yakni ikatan rambut sebagai lambang hubungan masyarakat India dengan Indonesia.
Masalah gambar telapak kaki, di India dianggap sebagai lambang kedewaan dan ditempatkan sebagai obyek pemujaan. Di Gaya dekat Bihar, telapak Wisnu dirayakan dan dipuja-pula. Di Museum Arkeologi di Istana Delhi ada sepotong marmer putih bertulis aksara Persi yang berbunyi : “Ab-i-Qadamu-sh-sharif Muhammad Rasulullah, 1222” (= 1807 M), jadi ini gambar tapak kaki juga. Ibn Batutah, seorang musafir, mengunjungi masjid Damaskus dan mencatat nama masjid itu “Masjidu-l-Aqdam” (masjid telapak-telapak kaki).
3. Prasasti Kebon Kopi
Letaknya dekat dengan prasasti Ciaruten dan ditemukan pada tahun 1854 oleh Jonathan Rigg. Batunya datar, ada gambar sepasang tapak kaki gajah dengan garis tengah 4 7 cm. Gambar tapak ini menghadap ke kanan dan ada satu baris tulisan Pallawa di antara dua tapak gajah tersebut.
Isi teks itu demikian : “Inilah sepasang tapak kaki Airawata, seperti gajah kendaraan raja Taruma yang agung dan jaya”, Dalam prasasti ini nama Purnawarman tidak disebut melainkan hanya Tarumendra (raja Taruma).
4. Prasasti Jambu
Letaknya di Pasir Koleangkak, Desa Panyawungan, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, sekitar 32 km sebelah barat Bogor. Ini juga ditemukan oleh Jonathan Rigg pada tahun 1854. Batunya sudah retak, di tengah ada gambar sepasang tapak kaki manusia serta dua baris tulisan Pallawa dengan metrum Sragdhara.
Tulisan pertama panjangnya 148 cm dan tulisan ke-dua 152 cm. Makna tulisan itu demikian: “Raja yang mulia, murah hati, jujur pada tugasnya dan tak ada bandingannya; yang mulia Purnawarman yang memerintah negeri Taruma yang menjadi pelindung ternama yang tidak tembus oleh tombak ribuan musuh , inilah sepasang telapak kaki yang sangat mahir dalam menghancurkan kota-kota yang tak bersahabat; kesejahteraan dipersembahkan bagi keluarga raja tetapi sebuah duri tajam diperuntukkan bagi musuh-musuh “.
5. Prasash Muncul
Prasasti ini ditemukan pada sekitar tahun 1950 di sungai Cidanghiang . Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang. Hingga kini batu ini masih ada di tengah sungai dan tulisannya terendam air bila sedang banjir.
Tulisannya ada dua baris dan maknanya demikian: “Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguhnya-sungguhnya dari raja dunia , yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji-panji semua raja”.
6. Prasasti Muara Cianten
Prasasti ini terletak di muara sungai Ciaruten dengan sungai Cisadane dan separo batunya terendam air. Tulisannya berbentuk spiral dan belum terpecahkan maknanya.
7. Prasasti Pasir Awi
Prasasti ini ada di daerah Cibarusa, Cileugsi, sebelah timur Cibinong. Seperti prasasti no . 6, tulisannya juga berbentuk spiral. Mengenai tulisan spiral ini para ahli epigrafi belum menemukan kuncinya, apakah memang sebagai tulisan ataukah sebagai gambar hiasan.
Prasasti raja Purnawarman dari kerajaan Tarumanegara ini tersebar di wilayah yang luas. Di timur ialah daerah Cileungsi, di utara daerah Tugu (Cilincing), di tengah daerah Bogor dan di barat ialah Munjul, Kabupaten Pandeglang. Dua prasasti bergambar tapak kaki manusia, satu prasasti bergambar tapak kaki gajah, satu prasasti bergambar pohon (prasasti Tugu) dan lainnya polos tanpa gambar.
Seandainya sebaran artefak prasasti juga dianggap sebagai batas-batas wilayah kekuasaannya maka seperempat wilayah Jawa Barat menjadi daerah Tarumanegara. Purnawarman tidak meninggalkan keterangan tentang orangtuanya, anak-anak atau isterinya. Hanya prasasti Tugu menyebutkan bahwa saluran air Gomati dibuat pada tahun ke-22 pemerintahannya. Sejak kapan ia berkuasa hingga berakhir, dokumen sejarah belum muncul sehingga para ahli akan terus menunggu.